Senin, 18 November 2013

Tanah Pusaka

TANAH PUSAKA
Karya Dinullah Rayes

Mari kita memungut remah merah putih
yang tercecer dari bakul anak bangsa
yang pongah hingga lupa siapa Pencipta.

Ayo kita lukis plapon rumah kita
lewat pelangi-pelangi nurani
pamerkan halaman rumah warisan
taman-taman bunga seni jatidiri
busana anggun warna-warni sekujur jasad ibu pertiwi
pelataran tanah pusaka gemuruh suara merdeka
langit biru
laut biru

Kita merebut harga diri
yang terinjak-injak telapak kaki materi
budak-budak terik mentari
yang merobek cadar rembulan pernama rasa

Kita menagkap cakrawala ragan bahasa
kita berpacu dalam abad berlari
menuju rumah kita, sari pati iman pada-Nya
jemari Tuhan seantiasa mengusapi ubun-ubun
anak-anak segeri
Tanah pusaka seberkas cahaya surga
di bumi
di hati

Kita tengah membaca hari ini
embun-embun diseliti sinar mentari
setiap hari.

Kemerdekaan Itu


KEMERDEKAAN ITU
Karya  Dinullah Rayes

Kemerdekaan itu:
            Bagai udara lembah berpindah
            dari taman bunga ke kantung paru-paru
Kemerdekaan itu :
            Seperti burung camar terbang
            dari mega putih ke celah pucuk ombak
            laut pasang
Kemerdekaan itu:
            Seumpama bocah cilik berlompat-lompatan
            dari mainan tali ke haribaan ibunda
            pusat kerinduan
Kemerdekaan itu:
            Ibarat margasatwa melenggang bebas
            hari hutan lindung ke padang-pandang terbuka
            hijau rerumputan
Kemerdekaan itu:
            Bak seklelompok mahasiswa diskusi panel
            dari gerhana bulan pemilu ke vila tirani
            bermata merah
Kemerdekaan itu:
            “Ini”
            (Jari telunjuk menuding pusar jantung).

Sabtu, 09 November 2013

Balada Puisi 2000


BALADA PUISI 2000
Karya L. Agus Fatahurrahman


Sebagai bumi, bahasa tak subur lagi
kisahnya seperti kemanusiaan
kadang dihargai sebatas kepentingan.
Makna telah menfosil
dalam endapan kemayaan
Seorang penyair tergagap
Puisi bisu
di antara tanda-tanda angka
di antara rambu ketergesaan
di anatara bahasa tanpa rasa.
Ia mengetuk setiap pintu
berbicara kepada zamannya
“aku adalah kemanusiaan di antara srigala
pada saatnya kerinduan kan datang jua
sebelum air laut kering
dan pepohonan sirna”
Ia tersipu ketika seorang karibnya
berucap
“indah sekali, tapi maaf aku tak mengerti”
Puisi telah mengalir
dari keringat yang ditelan
dari rahasia bintang-bintang saat gerhana
dari tatapan mata harapan
untuk bumi dan langit.
Penyair termenung
di depan meja
dengan pena tuanya
Oktober 1991

Nyanyian Rindu Malam Hari


NYANYIAN RINDU MALAM HARI
Karya Siti Zar’ah N.


Wajahmu memantul dari cahaya kamar
 yang padam
maka jadilah gambarmu di bathinku terendam
bagai sampan, senja dan burung-burung yang penat
resah untuk menjemput samudra yang bakal gelap

Wajahmu mungil terlukis di dinding
                                    buruk dan kelam
ada detil-detil garis di situ tak gampang untuk kupandang
Seperti harapan, mimpi atau kehidupan
yang koyak, yang kusut, tak lagi beraturan

Rautmu terlepas menyerbu gelapku
Dalam denyutan darahku pecah,
                        Kuhirup lagi
                        betapa asin: denyar rindu itu !